Hasto temui Ganjar bahas stunting di Jawa Tengah
Kepala BKKBN, DR (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) bersilaturahmi dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, SH, M.Si di kediaman dinasnya Puri Gedeh, Semarang sekaligus berbincang peroslan stunting dan [pendataan keluarga, (25/2). Foto : AFDA – Advokasi & KIE
Semarang –Gerak cepat langsung dilakukan BKKBN selepas mendapat instruksi Presiden Joko Widodo terkait penanganan stunting saat Rapat Koordinasi Nasional Program Pembangunan Keluarga Kependudukan dan KB, 25 Januari lalu.
Kepala BKKBN, DR (HC). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) langsung turun gunung bertemu dengan para pemangku kebijakan yang ada di daerah untuk merapatkan barisan dan bergerak bersama menyusun strategi percepatan penurunan stunting.
Jumat pagi (5/3), diawali dengan bertemu “sing mbaurekso” Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, SH, M.Si di kediaman dinasnya Puri Gedeh, Kota Semarang didampingi beberapa pejabat terkait, seperti Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, Kepala Biro Kesra Setda Jawa Tengah dan Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi Jawa Tengah.
Mengawali pembicaraannya, Hasto menyampaikan apresiasi & pujian terhadap langkah Ganjar dalam memastikan kesehatan ibu dan anak di Jawa Tengah, khususnya program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG), program yang memantau serta menelusuri kondisi ibu hamil sejak sebelum kehamilan, saat hamil, saat persalinan hingga nifas.
“Ini juga (bagian) program penurunan stunting, karena menurunkan stunting itu kan juga menurunkan kematian ibu dan balita”, jelasnya.
Menurutnya, pendampingan ibu hamil yang sudah dilakukan oleh petugas melalui program 5NG itu akan diperkuat lagi dengan konsep yang sedang diajukan BKKBN kepada Presiden.
“Konsepnya, semua ibu hamil harus didampingi bidan, syukur satu desa ada lebih dari satu bidan, tambahannya (pendamping) PKK dimasukkan, kader dan penyuluh KB juga dimasukkan (untuk ikut mendampingi)”, terang Hasto.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa konsep pendampingan akan dituangkan secara resmi melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang sedianya dalam kurun waktu dekat akan ditandatangani oleh Presiden.
Tak ketinggalan, Ganjar pun ikut merespon konsep tersebut dengan mengusulkan tambahan personil dalam memantau dan mendampingi ibu hamil.
“Boleh ditambah ga pak? Relawan”, usul Ganjar kepada Hasto.
Menurutnya, konsep relawan ini sudah diterapkan di Jawa Tengah dengan melibatkan perguruan tinggi melalui mahasiswanya, namun penerapannya baru pada kasus pendampingan di program lain. Istilahnya, one student one client.
“Jadi maksud saya, one student one client itu dampingi ibu hamil dan stunting, pendampingan prioritasnya adalah ibu hamil bermasalah, resiko tinggi”, jelas Ganjar.
Nantinya, jika ini jadi diterapkan pada kasus pendampingan ibu hamil maka relawan yang dibutuhkan adalah mahasiswa yang bersekolah di perguruan tinggi kesehatan. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti kerjasama dengan kampusnya. Lebih jauh setelah pendampingan tersebut selesai maka akan diuji dengan pihak perguruan tinggi untuk memastikan efektifitasnya serta kemampuan dan kapasitas pendampingan tiap relawannya.
Model konsep relawan tersebut menurutnya tidak hanya menguntungkan dari sisi pemerintah saja, tapi juga perguruan tinggi. Mengingat, mahasiswa yang menjadi relawan tersebut akan mendapatkan kemampuan softskill, utamanya kemampuan berkomunikasi, yang tidak didapatkan ketika hanya mengikuti kuliah di ruangan saja.
Ganjar pun mengutarakan bahwa programnya ini sebenarnya sudah berada di garis yang lurus dengan pemerintah pusat sehingga sudah saatnya segera disinergikan dan di-matching-kan agar semakin berjalan cepat dan masalah segera tertangani. AFDA