Berencana Sejak Dini, BKKBN Kawal Remaja menjadi Remaja Sehat dan Cerdas

Semarang — BKKBN bersama mitra kerja terus melakukan percepatan penurunan stunting secara masiv. Termasuk dengan menyasar remaja, yang menjadi titik awal pencegahan stunting dari hulu ke hilir.

“Penanganan stunting masih belum usai. Mudah – mudahan apa yang sudah kami lakukan, kami canangkan, bisa menekan angka stunting dari keseluruhan,” ungkap Ratib Zaini, Asisten 1 Sekda Kabupaten Jepara, ketika memberikan sambutan pada kegiatan Roadshow KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting bagi Remaja GenRe, di SMA Islam Jepara (17/11/2023).

Kabupaten Jepara, dengan prevalensi stunting menurut SSGI 2022 yakni 18,2 persen menjadi salahsatu titik lokasi Roadshow di Jawa Tengah, setelah sebelumnya dilakukan di Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Roadshow ini menjadi wujud komitmen bahwa Percepatan Penurunan Stunting, dan Promosi Bangga Kencana masih harus terus dilakukan dan merata sampai ke daerah, demi kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat, dan berdaya saing kuat.

Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd., selaku Deputi ADPIN BKKBN yang menjadi narasumber pada kegiatan tersebut memaparkan pentingnya edukasi dan promosi stunting pada remaja.

“Remaja perlu mengerti apa itu stunting. Karena remaja merupakan 25 persen dari total penduduk indonesia. Yang mana jika digabung dengan generasi sebelumnya termasuk milenial, maka sudah sampai 60 persen dari penduduk Indonesia,” kata Teguh, kepada 1000 siswa-siswi remaja SMA se Kabupaten Jepara.

25 persen mayoritas remaja saat ini harus disiapkan, baik kepada dirinya dengan terhindar dari kekurangan gizi, anemia, ataupun kesehatan lainya yang harus segara dikoreksi. Bagi remaja putri perlu adanya minum tablet tambah darah untuk memenuhi kebutuhan darah pada tubuh, mengingat remaja putri masih proses awal adaptasi dari menstruasi.

Lebih lanjut Teguh menjelaskan hal yang bisa dilakukan oleh remaja dari sekarang. Yakni dengan tidak melakukan pernikahan dini. Teguh mengarahkan agar remaja menikah pada usia ideal, yakni 21 tahun bagi perempuan, dan 25 tahun bagi laki-laki.

Begitupun sex bebas dan NAPZA, Teguh sangat mewanti-wanti remaja agar jangan sampai terjerumus pada hal tersebut. Termasuk juga radikalisme yang harus di hindari karena Indonesia memiliki Pancasila, yang sudah sangat sesuai dengan identitas bangsa.

Menurut Teguh, kualitas remaja saat ini akan sangat menentukan pada tercapainya generasi emas di tahun 2045. Bonus demografi harus dipersiapkan dengan kualitas sumber daya manusia terbaik, siap bersaing dan berdaya tahan tubuh kuat.

“Stunting itu pendek, tapi bukan cebol. Ciri lainya selain postur tubuh lebih pendek daripada seumurannya, dia secara kecerdasan juga rendah,” kata Teguh.

Stunting bukan hanya soal postur tubuh yang pendek. Teguh menjelaskan bahwa disamping postur yang tampak terlihat, adapula yang sifatnya kemampuan perkembangan, yakni kecerdasan. Kecerdasan anak stunting jauh dibawah rata-rata, ke depannya ia akan mengalami kesulitan ketika memasuki jenjang pendidikan SMP, SMA, ataupun ke atasnya. Hal ini bukan sekedar karena rajin tidak rajin belajar, namun memang secara biologis ada yang kurang dari masa perkembangan otak anak di masa 1000 hari pertama kehidupannya.

Efek dari stunting juga dirasakan ketika memasuki usia dewasa. Mereka cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lemah, sehingga mudah terkena penyakit, komplikasi, dan akhirnya menjadi beban bagi orang terdekatnya.

Maka, “Berencana” benar – benar harus terencana. Tidak sekedar tumbuh, sekolah, bekerja, lalu menikah saja, namun lebih dari itu berfikir bagaimana arah masa depan akan dituju. Bagaimana arah kesehatan diri ingin menjadi. Karena sedikit ataupun banyak, satu remaja akan berpengaruh pada keseluruhan system dalam mencapai generasi emas di tahun 2045.

Kepala BAWASLU Kabupaten Jepara , Sujiantoko yang turut hadir menjadi narasumber pada kegiatan tersbut mendukung program BKKBN Forum Generasi Berencana (GenRe). Menurutnya, remaja harus berencana dalam menentukan sikap ke depannya, sehingga tidak mudah diombang ambing, dan kelak menjadi remaja yang mandiri.

Ia mengaitkan dengan momentum pesta demokrasi di tahun 2024. Remaja yang merupakan pemilih baru, harus bisa ikut menyuarakan suaranya di TPS dengan independen dan berdasarkan hati nurani.

“Ada hubungan kuat antara urusan stunting dan bangga kencana dengan demokrasi. Keluarga berencana itu merencanakan keluarga. Maka sama pemilu juga, merencanakan pemimpin yang baik. Maka sama, akan lebih baik jika hal – hal itu direncanakan,” ungkap Kepala Bawaslu Kabupaten Jepara.

Ia menjelaskan jika remaja mampu memilih dengan hati nurani, memperhatikan kebijakan dan gagasan yang para calon sampaikan, tidak termakan hoax dan berita-berita distruktif di masa pemilu. Maka remaja pasti akan memberikan pengaruh pada pesta demokrasi di tahun depan. “Jadi kita berlatih dan membiasakan diri untuk berencana, berencana dalam keluarga, juga berencana dalam memilih pemimpin,” paparnya.

Mengawal remaja agar menjadi remaja yang tangguh, dengan terbebas dari resiko stunting, memiliki kecerdasan yang baik, tidak menjadi tanggung jawab satu kelompok saja. BKKBN menjadi leading sektor, namun tetap tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan dari semuanya, termasuk Bawaslu, Pemerintah Kabupatan Kota, Pemerintah Provinsi, Swasta, juga setiap individu di masyarakat.

Kepedulian dan ajakan untuk melawan stunting juga disuarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan masyarakatnya. Diantaranya dengan adanya program “Jo Kawin Bocah” yang menyisir pada pemberantasan pernikahan dini.

“Ayo kita sama-sama deklarasikan tidak terjadinya perkawinan anak. Karena dari ini sangat beresiko pada terjadinya stunting,” tegas Retno Sudewi, Kepala Dinas DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah.

Senada dengan pemerintahnya, masyarakat Jawa Tengah juga sepakat untuk menghentikan pernikahan dini. Feby, salahsatu influencer yang turut aktif menyuarakan percepatan penurunan stunting di Jawa Tengah. Pada kesempatan menjadi narasumber di Roadshow tersebut mengajak agar masa-masa remaja bisa di isi dengan kegiatan yang positive dan produktif. Karena hal itu akan menghindarkan remaja pada terjadinya pergaulan bebas, NAPZA, dan radikalisme.

Penulis ; dadang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *